Kamis, 13 Juni 2013

Kisah Sang Merpati

Burung merpati itu terbang rendah, lalu hinggap di kabel listrik di salah satu gang. Ia datang kembali ke sini, ke kota yang sangat berarti. Setelah mengatur nafas, kembali dikembangkannya sayap. Lalu terbang lagi, meninggi hingga setara atap gedung bertingkat.
Ia terus saja berputar-putar. Dengan wajah kebingungan, ia terbang di sisi gedung yang penuh cermin. Wajahnya sedikit pucat, terlebih saat ia kaget melihat wajahnya sendiri di cermin-cermin gedung. Ia telah menempuh perjalanan panjang. Terbang di dinginnya malam, hinggap di sejuknya pagi. Dan kini, perjalanan panjang terhenti di kotanya sendiri. Tapi, sedaritadi ia tak berhasil mendapati pohon yang dulu menjadi tempat tinggalnya. Pohon yang berdiri di samping rumah kayu.
Ia melihat sepasang pipit tengah bertengger di kabel listrik. Tanpa basa-basi ia mendekatinya.
“Hai kalian..sepasang pipit!” Sapa Merpati.
“Ya..” Jawab seekor pipit berwarna coklat.
“Bisa kah kalian membantuku?” Tanya Merpati.
“Tampaknya wajahmu pucat, ada apa denganmu Merpati?” Tanya pipit satunya, yang berwarna coklat bercampur putih.
“Wajahku pucat? Oh mungkin aku kelelahan..” Jawab Merpati.
“Oh ya, tadi mau minta bantuan apa?”
“Aku…sepertinya aku tersesat. Aku mencari sebuah rumah kayu di sekitar sini, ya persis di bawah situ…”
Belum selesai Merpati menjelaskan, Pipit sudah memotong pembicaraan. “Tersesat? Bukankah teman-temanmu di sana (menunjuk gerombolan Merpati yang asik mengemil biji)”
“Tidak! Bukan!..Aku baru saja tiba tadi, belum ada satu jam yang lalu. Aku benar-benar tersesat, aku mencari rumahku dulu. Rumahku yang ada di bawah situ. Yang penuh dengan pepohonan lebat, yang penuh dengan warna hijau.” Celoteh Merpati.
Dua pipit kini tertegun, mereka tampak antusias mendengar Merpati ‘mendongeng’. Merpati bercerita tentang kisahnya dulu, di kota ini. Ia pernah punya sahabat Merpati, dulu mereka sering berbincang tentang orang-orang yang tinggal di perumahan di bawah mereka. Tentang si kakek yang menanti sang anak, dan juga tentang dua ibu muda.
“Lalu, kenapa kamu memilih untuk pergi berkelana?” tanya pipit coklat.
13701895381639423727
Merpati memandang sekitar, sambil meneguk air liur. Ia terdiam sejenak, lalu perlahan menjelaskan. Ia pergi berkelana semenjak sang betina mati tertembak senapan yang diarahkan oleh manusia. Sementara, anaknya pun sama mati di tangan jahil manusia yang berukuran kecil. Karena ketakutanlah yang membawanya pergi, meninggalkan tempat kelahirannya.
“Dan, kenapa kau kembali ke sini? Apa karena hal yang sama, di tempatmu sana juga banyak yang membunuhmu?”
“Aku…”
Segala cerita sudah berada di ujung lidah Merpati, tapi sayang sedikitpun tak bisa diungkapkan. Sepasang pipit saling menatap, mereka menyesal telah mencecar Merpati dengan pertanyaan. Pipit coklat bercampur putih mendekap sayap Merpati.
“Maafkan kami, membuatmu bersedih. Tampaknya kamu semakin pucat. Kalau begitu ikutlah sementara dengan kami. Kita harus mencari makan karena hari semakin sore.” Ajak Pipit coklat bercampur putih.
Merpati tak menjawabnya dengan kata-kata tapi hanya anggukan. Lalu, mereka terbang bersama menuju rumah mungil milik sepasang pipit. Tak diduga, ternyata rumah itu berdekatan dengan pohon yang dulu jadi tempat tinggal Merpati. Tapi, pohon itu tinggal separuh karena habis ditebang. Merpati hampir saja terjun bebas karena syock.
Mereka telah mendarat di ranting pohon jambu. Di sinilah sepasang merpati tinggal. Merpati disuguhi sekantung biji-bijian, ia tersenyum menerima pemberian itu.
“Terima kasih..” ucap Merpati pelan.
Pipit berwarna coklat membalas senyuman, mereka senang berbagi. Setelah dipastikan Merpati sudah segar kembali. Pipit mulai bercerita segala hal yang membuat Merpati hampir pingsan tadi. Merpati mengatur nafas dalam, sebelum ia benar-benar mendengarkannya. Bertemankan suara deru motor dan mobil di jalan. Tiga burung berbincang di ambang senja.
“Merpati..mungkin kamu sudah melalui perjalanan panjang ke sini, mungkin kamu berharap di sini masih sama seperti saat sebelum kamu tinggalkan. Tapi, ketahuilah segala sesuatu akan berubah sejalan dengan pergantian detik, menit, jam serta hari. Dulu, mungkin kamu selalu menikmati segarnya aroma oksigen pagi hari. Aku, tertegun bahagia mendapati ceritamu dulu tentang tempat ini. Karena, aku dan dia hanya bisa merasakan oksigen yang bercampur asap hitam. Sesak!”
Merpati terdiam.
“Merpati..kini tempat tinggalmu berubah menjadi gedung-gedung yang penuh cermin. Lihat, itu pohonmu dulu, sudah menjadi setengah karena ditebas. Tak ada alasan kuat, tapi menurut tikus yang tinggal di bawahnya. Pohon itu mengganggu jalan manusia lewat, dan sudah terlalu tinggi. Makanya ditebang. Aku pun mulai gila tinggal di sekitar sini. Setiap hari suara ‘brum brumm..tit’ selalu memekakan telinga!”
“Oke cukup!” teriak Merpati
Sepasang pipit saling menatap. Merpati tampak ngos-ngosan setelah mendengar cerita tadi. Ia geram.
“Sepertinya aku salah, kembali pulang ke kota ini. Terima kasih untuk sekantung biji-bijian dan tempat beristirahatnya Pipit. Aku harus kembali terbang.”
“Kemana Merpati?”
“Ntahlah..”
Jawaban yang tak terjawab membawa sayap Merpati kembali terbentang. Ia melesat ke udara, cepat dan gesit. Ia meninggalkan kenangan yang sudah tak harus dikenang.
***
Dan waktu.. Memang akan merubah segalanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar